Propaganda diciptakan untuk mempengaruhi pikiran dan perilaku orang, dengan tujuan menghasilkan respon yang memenuhi sasaran pelaku propaganda. Politikus, media, dan pemerintah sering menggunakan propaganda untuk memperoleh dukungan atas kebijakan yang dikeluarkan.
Propaganda
memiliki banyak kesamaan dengan pemasaran (marketing) atau periklanan
(advertising), terutama dalam hal pesan yang dibuat secara khusus dan
selektif untuk mendorong/menggugah emosi penerima pesan (recipient).
Cara ini juga dapat anda terapkan untuk kepentingan promosional.
Bukan
berarti bahwa anda menipu konsumen atau pembaca dengan memberikan fakta
dan informasi palsu yang menyesatkan, namun metode propaganda ini
berguna untuk mengkondisikan kampanye pemasaran dalam frame yang menarik minat audien anda.
Pada tahun 1939, Institute for Propaganda Analysis di New York menerbitkan artikel tentang tujuh alat propaganda.
Propaganda dan Masalah Atensi
Internet
adalah jaringan informasi yang sangat besar. Terlalu banyak informasi
untuk dikonsumsi, sementara terlalu sedikit waktu yang tersedia.
Pengguna internet belajar untuk menyaring pengalaman berinternet mereka
dengan menggunakan mesin pencari (search engine), RSS feed, dan situs-situs social media. Mencari informasi atau hiburan dengan memonitor berbagai saluran.
Anda
mungkin sudah berlangganan sejumlah blog dan pengumpan (feed) informasi
dengan topik tertentu. Jumlah konten yang sedemikian banyak berujung
pada terpecahnya perhatian (atensi). Publisher blog dan marketer serta pelaku e-business harus mengatasi masalah information overload ini.
Although few studies have looked at this topic, it seems fair to suggest that many people respond to this pressure [of information overload] by processing messages more quickly and, when possible, by taking mental short-cuts.
Propagandists love short-cuts — particularly those which short-circuit rational thought. They encourage this by agitating emotions, by exploiting insecurities, by capitalizing on the ambiguity of language, and by bending the rules of logic.
Dari
tujuh teknik yang akan dijelaskan di bawah, kebanyakan menekankan
penggunaan picu emosi (emotional triggers) untuk mendorong dilakukannya
tindakan segera. Tujuannya untuk menghubungkan audien dengan pesan dalam
waktu yang singkat secara mendalam, yaitu dengan cara mengasosiasikan
pesan tersebut dengan nilai-nilai (values) dan konsep yang dimiliki
audien.
Bernice Fitz-Gibbon, seorang pionir dalam dunia retail advertising mengatakan; «A good ad should be like a good sermon: It must not only comfort the afflicted, it also must afflict the comfortable.»
Tujuh Teknik Propaganda
Studi
propaganda telah mengalami perkembangan pesat sejak awal abad ke-20.
Ketujuh teknik propaganda ini adalah model awal propaganda dan tidak
terlalu komprehensif, meski demikian model awal ini akan memberi anda
pengenalan tentang bagaimana propaganda dapat berperan dalam lingkungan
sosial.
Saya
tuliskan deskripsi singkat untuk masing-masing teknik tapi sengaja
tidak mencantumkan tentang bagaimana anda dapat menggunakannya untuk
kampanye pemasaran/branding yang anda upayakan, karena sebetulnya tidak
sulit untuk mengadopsi taktik ini dan menerapkannya sendiri.
Beberapa metode seperti name-calling
kurang cocok untuk tujuan pemasaran, kecuali tujuan anda adalah untuk
mendapat publisitas dengan membangitkan kontroversi. Namun mungkin anda
bisa memanfaatkan teknik tersebut (dan semua teknik propaganda lainnya)
secara lebih cerdas.
1. Name-calling
Teknik
ini menggunakan kata-kata yang menghubungkan seseorang atau ide dengan
konsep yang negatif. Tujuannya untuk membuat orang menolak sesuatu
karena asosiasi negatif yang melekat pada orang atau ide tersebut tanpa
melihat kenyataannya.
Contoh kata yang digunakan ; 'Teroris', 'Nazi', 'Rasis', 'Homo'.
Name Calling is used as a substitute for arguing the merits of an idea, belief, or proposal. It is often employed using sarcasm and ridicule in political cartoons and writing.
2. Glittering Generalities
Kebalikan dari name-calling, taktik ini menggunakan highly valued concepts dan beliefs yang
membuat audien merasa positif dan mengundang tepuk tangan meriah bila
di-orasikan di depan massa. Kata-kata yang digunakan biasanya bermakna
rancu, namun atraktif seperti ; 'Freedom', 'Honor', 'Love'.
Arti
kata di atas bisa berbeda untuk tiap pendengar, namun teknik ini dapat
berfungsi karena secara umum mempunyai konotasi positif.
When someone talks to us about democracy, we immediately think of our own definite ideas about democracy, the ideas we learned at home, at school, and in church.
Our first and natural reaction is to assume that the speaker is using the word in our sense, that he believes as we do on this important subject. This lowers our 'sales resistance' and makes us far less suspicious..
3. Transfer
Ini
adalah teknik yang digunakan oleh pelaku propaganda untuk «memindahkan»
otoritas dan penerimaan atas sesuatu yang anda hormati atau puja
menjadi sesuatu yang ingin anda miliki. Cara yang digunakan yaitu dengan
memproyeksikan sifat-sifat entitas, orang, atau simbol ke dalam wujud
lainnya melalui asosiasi/penghubungan visual atau mental.
Hal ini menstimulasi penerima pesan/resipien untuk mengidentifikasikan dirinya dengan otoritas tersebut.
In the Transfer device, symbols are constantly used. The cross represents the Christian Church. The flag represents the nation. Cartoons like Uncle Sam represent a consensus of public opinion. Those symbols stir emotions. At their very sight, with the speed of light, is aroused the whole complex of feelings we have with respect to church or nation.
4. Testimonial
Tujuan
testimonial adalah untuk menguatkan pengalaman, otoritas dan rasa
hormat seseorang dan menggunakannya untuk mempromosikan sebuah produk
atau hal. Testimonial memiliki daya tarik yang jauh lebih kuat terhadap
emosi daripada terhadap logika, karena testimonial sejatinya memberikan
pembenaran yang lemah atas suatu produk atau tindakan.
'The Times said,' 'John L. Lewis said…,' 'Herbert Hoover said…', 'The President said…', 'My doctor said…,' 'Our minister said…' Some of these Testimonials may merely give greater emphasis to a legitimate and accurate idea, a fair use of the device; others, however, may represent the sugar-coating of a distortion, a falsehood, a misunderstood notion, an anti-social suggestion…»
5. Plain Folks
Teknik di mana pelaku propaganda menempatkan dirinya sebagai orang biasa seperti halnya target audience, untuk menunjukkan kemampuannya ber-empati dan memahami kepedulian/perasaaan massa.
Pelaku menunjukkan perilaku atau menggunakan bahasa dan sikap yang menyatu dengan sudut pandang audien.
We are all familiar with candidates who campaign as political outsiders, promising to «clean out the barn» and set things straight in Washington. The political landscape is dotted with politicians who challenge a mythical «cultural elite,» presumably aligning themselves with «ordinary Americans.» As baby boomers approach their sixth decade, we are no longer shocked by the sight of politicians in denim who listen to rock n roll.
6. Card Stacking
Sebuah
cara yang memanipulasi persepsi audien dengan menekankan satu sisi
argumen yang memperkuat posisi anda, sambil di sisi lain
menekan/meminimalisir opini yang bertentangan. Contohnya
memperbandingkan best possible scenarios dengan worse examples.
Assume a newspaper editor were in favor of the non-enforcement of immigration laws. Should the issue of immigration law enforcement ever be debated among legislators, the editor might publish articles and editorials that ignore all mention of illegal alien criminals, gang members, and prisoners and report only on decent, hard-working foreigners instead. This sort of card stacking could go on for weeks and influence public opinion on the issue.
7. Bandwagon
Dalil dasar teknik bandwagon adalah 'since everyone is doing it, you should too'.
Tujuannya mem-persuasi orang lain untuk mengikuti trend umum dengan
cara memperkuat keinginan manusia untuk berada pada sisi yang menang.
Pelaku 'mengompori' audien bahwa mereka akan kehilangan atau ketinggalan
sesuatu bila tidak ikut bergerak dengan massa lainnya. Memanipulasi
rasa takut dan rasa tidak aman.
With the aid of all the other propaganda devices, all of the artifices of flattery are used to harness the fears and hatreds, prejudices and biases, convictions and ideals common to a group. Thus is emotion made to push and pull us as members of a group onto a Band Wagon.
Sumber berasal dari Propaganda Critic. Lebih lengkapnya ada di sana. Tujuh teknik propaganda umum yang mungkin sudah sering anda alami dari media massa.
Sumber : http://www.fundkitchen.com