Hubungan dengan karyawan
Yang dimaksud dengan karyawan adalah orang-orang dalam perusahaan yang tidak memegang jabatan struktural dan program komunikasi yang ditujukan kepada mereka disebut komunikasi internal. Suatu
perusahaan/organisasi harus menyelenggarakan komunikasi internal yang
baik, karena komunikasi internal bukan hanya memperlancar kegiatan saja
tapi justru yang menggerakkan perusahaan/organisasi tersebut.
Komunikasi yang baik antara pihak manajemen dengan para karyawannya akan dapat memperbesar kemungkinan tercapainya tujuan dan sasaran perusahaan/organisasi.
Seorang manajer PR yang bertugas membantu manajemen perusahaan/organisasi dalam menyelenggarakan komunikasi internal yang baik harus menguasai masalah dasar perusahaan/organisasi dan teknik-teknik komunikasi. Ia juga harus merumuskan dengan tepat program PR internalnya untuk jangka pendek maupun panjang dari sudut pandang yang luas. Tugas ini menjadikan PR berhubungan dengan hampir setiap anggota organisasinya.
Yang perlu diketahui oleh seorang PR bahwa dalam perusahaan/organisasi, komunikasi berlangsung secara vertikal, horizontal dan diagonal.
Komunikasi Vertikal
Vertical Communication merupakan komunikasi yang dilakukan oleh pegawai bawahan kepada atasan maupun sebaliknya, pegawai atasan kepada bawahan. Komunikasi vertikal ke atas (vertical upward communication) baik melalui telepon maupun surat, bersifat resmi dan sungguh-sungguh. Dan pesan-pesan yang dikomunikasikan umumnya bersifat informatif. Sedangkan komunikasi vertikal ke bawah (vertical downward communication), pesan-pesannya lebih bersifat instruktif di samping bernada resmi dan sungguh-sungguh.
Komunikasi Horizontal
Horizontal
Communication adalah komunikasi antara seorang pegawai dengan pegawai
lain yang sama kedudukannya, misalnya antara seorang kepala bagian
dengan kepala bagian lainnya, contohnya antara seorang manajer produksi
dengan manajer pemasaran. Dalam situasi seperti itu, meskipun dalam
situasi kerja, komunikasi dapat berlangsung lancar. Misalnya dalam
percakapan telepon, tampak adanya keakraban yang tidak jarang diselingi
tawa karena kedua orang yang sedang berkomunikasi itu saling mengenal
dan memiliki kedudukan yang setara.
Komunikasi Diagonal
Komunikasi Diagonal
Diagonal
Communication atau komunikasi silang ialah komunikasi yang berlangsung
antara seorang pegawai dari sebuah departemen dengan pegawai dari
departemen lainnya dalam kedudukan yang berbeda, dalam arti yang satu
lebih tinggi daripada yang lainnya, misalnya percakapan antara manajer
pemasaran kepada supervisor produksi. Situasi komunikasi pada jalur ini
umumnya tidak leluasa seperti pada jalur horizontal, tetapi juga tidak
kaku seperti pada jalur vertikal.
Alasan praktisi PR perlu menangani karyawan:
Alasan praktisi PR perlu menangani karyawan:
- Meskipun kedudukan karyawan dalam pengambilan keputusan tidak besar, tetapi jumlah mereka adalah yang paling banyak di dalam perusahaan. Karena secara struktural lemah, para karyawan cenderung membentuk kelompok informal untuk membela kepentingan mereka. Persatuan kuat di antara mereka dapat membahayakan manajemen jika mereka tidak mendapatkan perhatian yang layak. Namun bila mereka diperhatikan dengan baik, maka persatuan mereka justru akan dapat membantu manajemen saat diperlukan ataupun pada situasi krisis, misalnya.
- Seperti pernah dibahas sebelumnya, rumor sangat mudah beredar di antara karyawan bila saluran komunikasi yang semestinya ditutup. Terutama rumor mengenai masalah gaji, tunjangan, kenaikan jabatan ataupun PHK. Karena itu, saluran komunikasi resmi seharusnya juga memuat informasi yang dibutuhkan mereka agar mereka tidak mencarinya melalui grapevine.
- Karyawan adalah ujung tombak perusahaan, terutama perusahaan jasa. Hanya dengan memberikan perhatian yang baik, perusahaan akan dapat memperbaiki pelayanannya.
- Di negara-negara berkembang, karyawan merupakan sumber suara potensial dalam pemilihan umum, sehingga pemerintah yang sedang berkuasa sering membela kepentingan mereka. Contohnya menaikkan standar upah minimum, peningkatan fasilitas kerja, dan sebagainya.
- Pers umumnya sangat bersimpati pada karyawan yang hak-haknya dilanggar oleh pihak manajemen. Peristiwa PHK yang tidak adil dapat merusak citra perusahaan bila diangkat oleh pers dan menjadi berita utama.
Melihat hal-hal di
atas, sangat jelas bahwa karyawan merupakan suatu kekuatan dalam
perusahaan yang perlu mendapatkan perhatian lebih.
Pengelolaan hubungan dengan karyawan pada saat krisis
Pengelolaan hubungan dengan karyawan pada saat krisis
Pada saat krisis
menyerang perusahaan/organisasi, sangatlah vital untuk terus memberikan
informasi kepada seluruh karyawan tentang situasi dan perkembangannya.
Jangan sampai mereka mengetahui berita mengenai krisis yang menimpa
perusahaan/organisasi mereka melalui media, seperti yang sering terjadi
akibat pihak manajemen menutup-nutupi peristiwa yang sebenarnya terjadi.
Para karyawan merupakan duta organisasi/ perusahaan dan mereka harus
diposisikan untuk menjelaskan kepada para konsumen/ pelanggan, keluarga
dan teman-teman mereka tentang apa yang sebenarnya terjadi pada
perusahaan/organisasi mereka.
Dalam menghadapi
karyawan, departemen PR dapat meminta dukungan dari departemen
Personalia karena mereka yang lebih mengetahui teknis hukum kepegawaian.
Para karyawan ini seharusnya memiliki akses terhadap pernyataan-pernyataan perusahaan kepada pers
sebelum pernyataan-pernyataan tersebut dikeluarkan. Jika memungkinkan,
briefing harus dilakukan untuk memberikan kesempatan mereka untuk
bertanya. Alternatif lainnya, mereka dapat terus diberi informasi
melalui e-mail (intranet), surat dari manajemen senior, buletin
(newsletter) yang dicetak atau majalah dinding. Dengan karyawan, penting
untuk mendapatkan kesadaran mereka bahwa masalah yang sedang menimpa
perusahaan/organisasi juga menjadi masalah mereka, karena bila terjadi
sesuatu dengan perusahaan, mereka juga yang akan terkena dampaknya.
Perusahaan/organisasi harus jujur dan terbuka tentang keputusan-keputusan yang sudah diambil untuk memecahkan masalah serta berbagi rencana “pemulihan” dengan para karyawan. Dan jangan lupa untuk terus memberitahukan perkembangan situasi secara teratur (Regester & Larkin, 2003:198).
Juga harus ada kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan/organisasi yang menjelaskan bagaimana peran karyawan untuk menjelaskan tentang situasi krisis kepada media. Sangat tidak mungkin dan salah jika perusahaan/organisasi mencoba untuk mengekang para karyawan, tetapi setidaknya mereka diharapkan dapat mengetahui apa yang diharapkan dari mereka jika mereka sadar akan kebijakan perusahaan.
Contoh pengumuman kebijakan
“Jika kalian didekati oleh seorang anggota pers untuk berkomentar tentang aspek-aspek kegiatan perusahaan, tolong katakan bahwa kalian bukanlah orang yang tepat untuk membantu permintaan mereka dan para wartawan seharusnya mengkontak kantor pers di Crisis Center perusahaan.”
Bila peristiwa krisis yang terjadi di perusahaan melibatkan karyawan sebagai korbannya, yang harus diperhatikan perusahaan adalah bagaimana memberikan informasi kepada keluarga karyawan tersebut karena hal ini sering terlupakan dalam manajemen komunikasi krisis.
Perusahaan-perusahaan yang sangat rawan terhadap peristiwa krisis seperti perusahaan konstruksi, pertambangan, transportasi hingga perusahaan-perusahaan yang memiliki pabrik sebaiknya meminta karyawannya mengisi form tentang siapa dari keluarga karyawan yang harus dihubungi perusahaan jika sampai terjadi kecelakaan terhadap karyawan tersebut. Dan data ini harus terus diperbaharui mengingat situasi keluarga karyawan pasti mengalami perubahan sehingga perusahaan tidak salah alamat dalam pemberitahuan kepada keluarga para karyawannya (Regester & Larkin, 2003:194).
Contoh kekacauan akibat tidak adanya data keluarga karyawan pernah dialami oleh Occidental Oil dalam tragedi Piper Alpha di Aberdeen ketika para karyawannya yang bekerja di lepas pantai mengalami musibah. Perusahaan tersebut tidak memiliki data yang akurat tentang siapa keluarga karyawan yang harus pergi ke Aberdeen. Ternyata beberapa di antara karyawan yang bekerja di lepas pantai tersebut memiliki istri lebih dari satu orang, sehingga dapat dibayangkan kekacauan yang terjadi ketika mereka berkumpul di satu tempat.
Pertanyaan yang akan diajukan oleh keluarga karyawan tidak akan terlalu jauh berbeda dari contoh-contoh yang diberikan berikut ini, sehingga perusahaan dapat mempersiapkan jawabannya jika terjadi kecelakaan pada karyawan perusahaannya:
Perusahaan/organisasi harus jujur dan terbuka tentang keputusan-keputusan yang sudah diambil untuk memecahkan masalah serta berbagi rencana “pemulihan” dengan para karyawan. Dan jangan lupa untuk terus memberitahukan perkembangan situasi secara teratur (Regester & Larkin, 2003:198).
Juga harus ada kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan/organisasi yang menjelaskan bagaimana peran karyawan untuk menjelaskan tentang situasi krisis kepada media. Sangat tidak mungkin dan salah jika perusahaan/organisasi mencoba untuk mengekang para karyawan, tetapi setidaknya mereka diharapkan dapat mengetahui apa yang diharapkan dari mereka jika mereka sadar akan kebijakan perusahaan.
Contoh pengumuman kebijakan
“Jika kalian didekati oleh seorang anggota pers untuk berkomentar tentang aspek-aspek kegiatan perusahaan, tolong katakan bahwa kalian bukanlah orang yang tepat untuk membantu permintaan mereka dan para wartawan seharusnya mengkontak kantor pers di Crisis Center perusahaan.”
Bila peristiwa krisis yang terjadi di perusahaan melibatkan karyawan sebagai korbannya, yang harus diperhatikan perusahaan adalah bagaimana memberikan informasi kepada keluarga karyawan tersebut karena hal ini sering terlupakan dalam manajemen komunikasi krisis.
Perusahaan-perusahaan yang sangat rawan terhadap peristiwa krisis seperti perusahaan konstruksi, pertambangan, transportasi hingga perusahaan-perusahaan yang memiliki pabrik sebaiknya meminta karyawannya mengisi form tentang siapa dari keluarga karyawan yang harus dihubungi perusahaan jika sampai terjadi kecelakaan terhadap karyawan tersebut. Dan data ini harus terus diperbaharui mengingat situasi keluarga karyawan pasti mengalami perubahan sehingga perusahaan tidak salah alamat dalam pemberitahuan kepada keluarga para karyawannya (Regester & Larkin, 2003:194).
Contoh kekacauan akibat tidak adanya data keluarga karyawan pernah dialami oleh Occidental Oil dalam tragedi Piper Alpha di Aberdeen ketika para karyawannya yang bekerja di lepas pantai mengalami musibah. Perusahaan tersebut tidak memiliki data yang akurat tentang siapa keluarga karyawan yang harus pergi ke Aberdeen. Ternyata beberapa di antara karyawan yang bekerja di lepas pantai tersebut memiliki istri lebih dari satu orang, sehingga dapat dibayangkan kekacauan yang terjadi ketika mereka berkumpul di satu tempat.
Pertanyaan yang akan diajukan oleh keluarga karyawan tidak akan terlalu jauh berbeda dari contoh-contoh yang diberikan berikut ini, sehingga perusahaan dapat mempersiapkan jawabannya jika terjadi kecelakaan pada karyawan perusahaannya:
- Apakah suami/istri/orang tua/anak kami ada di lokasi kejadian ketika kecelakaan terjadi?
- Kalau ya, apakah ia selamat?
- Jika dia terluka, di manakah dia sekarang dan kapan kami bisa berbicara kepadanya/menjenguknya?
- Jika dia memang terluka, seberapa parahkah lukanya dan sekarang dirawat di mana?
- Apakah perusahaan akan membantu kami mendatangi lokasi kejadian/tempat keluarga kami dirawat?
Jika yang terjadi adalah hal yang terburuk, yaitu kematian karyawan perusahaan, informasinya jangan pernah disampaikan melalui telepon. Seorang wakil senior dari perusahaan harus mendatangi keluarga karyawan, mungkin dengan ditemani oleh pihak yang berwenang seperti polisi atau wakil dari rumah sakit, untuk memberitahukan berita duka tersebut langsung kepada keluarga karyawan yang bersangkutan.