Yogyakarta - Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas saat
ditemui redaksi website muhammadiyah.or.id memaklumi pernyataan Wakil
Menteri Agama RI, Nasarudin Umar perihal pernyataannya di salah satu
televisi swasta nasional terkait Ulil Amri kemarin (7/7).
Yunahar Ilyas memaparkan bahwa Ulil Amri tidak perlu menjadi pengalihan
isu dalam perbedaan penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal ini. “Urusan
khilafiyah atau urusan perbedaan metode keyakinan dalam ibadah dan
urusan penentuan 1 Ramadhan dan 1 syawal bukan wewenangnya pemerintah,
pemerintah itu memang bagian dari ulil amri, tapi ulil amri itu tidak
hanya pemerintah saja. Ulil Amri itu Umara’ (penguasa), ulama-ulama, dan
Ruasa' (pemimpin), pemimpin itu bisa pemimpin ormas Islam, Ketua RT,
Pimpinan Redaksi pun bagian dari Ulil Amri, namun dalam urusan
kemasyarakatan ketika ulil amri semua itu sepakat itu disebut
Ijtimaknya. Maka sejak dulu Muhammadiyah mengusulkan kepada pemerintah
supaya mengurusi di luar aspek keagamaan. Misalnya menetapkan libur
syawal berapa hari, masuk kerja dalam bulan ramadhan berapa jam,” papar
Guru Besar FAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Yunahar menambahkan bahwa di negara timur tengah Ulil Amri disebut
Mufti yang dipilih dengan kriteria keulamaan, Mufti mewakili para ulama
bukan menteri Agama seperti di Indonesia. “Indonesia, jabatanatau
posisi Menteri Agama merupakan jabatan politik bukan jabatan keagamaan,
bukan dipilih berdasarkan kriteria ulama, namun hak preogratif Presiden
dalam memilih menteri” ujarnya.
Menurut Yunahar, bahwa pemerintah seharusnya menjadi wasit untuk
menjadi penengah dalam masalah ini, namun kenyataannya posisi pemerintah
menjadi pemain sendiri, menjadi wasit sendiri dan membuat aturan
sendiri, sehingga terjadi ketidakprofesionalan atau fairplay.
PP Muhammadiyah menghimbau kepada warga Muhammadiyah, agar perbedaan
ini tidak perlu dipersoalkan lagi karena rutin tiap tahun selalu
terjadi, “laksanakanlah ibadah puasa Ramadhan sesuai keputusan PP
Muhammadiyah, janganlah merendahkan, menafikan, atau melecehkan orang
yang belum berpuasa besok (9/7), hormatilah mereka, dan tidak perlu
gelisah kalau ada yang mempersoalkan mengapa kita puasa lebih awal,”
tutupnya. (dzar)